Hubungan Kekerabatan Masyarakat Toraja Sesuai Daerah Adat & Status


TONDOK TORAYA - Hubungan kekerabatan masyarakat Toraja biasa disebut dengan istilah marapuan atau parapuan. Sistem kekerabatan ini berorientasi pada satu nenek moyang pendiri tongkonan, sebuah rumah adat suku Toraja di Sulawesi Selatan.

Rumah inilah yang nantinya menjadi pusat kekerabatan, kehidupan sosial serta upacara keagamaan. Biasanya, pada kelompok marapuan terdapat 2 hingga 5 generasi. 
 
Mengingat masyarakat Toraja masih menganut pola bilateral, maka tak heran jika seseorang bisa menjadi anggota dari banyak tongkonan.

Hubungan Kekerabatan Masyarakat Toraja Berdasarkan Daerah Adat

Suku Toraja memang terkenal memiliki sistem kekerabatan yang berbeda dengan daerah lain. Di dalam hubungan kekerabatan masyarakat Toraja terdapat beberapa klasifikasi, salah satunya yakni daerah adat. Pembagian daerah adat ini diantaranya Kama’dikan, Pakamberan serta Kapuangan.

Daerah adat Kapuangan memiliki sistem sosial yang sangat kuat. Hal tersebut karena masih mendapat pengaruh dari tradisi di Kerajaan Bugis dan Makassar. 
 
Golongan bangsawan di daerah adat Kapuangan disebut dengan Ma’dika. Sementara golongan rakyatnya bernama Tomakaka. Terdapat golongan hamba sahaya yakni Kaunan. Namun, golongan ini sudah dihapus.

Adanya sistem kekerabatan ini, membuat kebiasaan masyarakatnya cukup ketat dan teratur. Seperti ketika ingin mencari jodoh, maka seseorang cenderung memilih dari kelompok marapuan atau rumah tongkonan yang sama.

Hal tersebut bukan tanpa alasan, hubungan kekerabatan masyarakat Toraja yang wajib dijaga, membuat peraturan adat cukup tegas. Sebut saja setelah terjadi pernikahan, maka pasangan tersebut wajib tinggal di dekat atau sekitar kelompok marapuan. Sehingga, bersifat virilokal atau tidak jauh-jauh dari daerah nenek moyang.

Meski begitu, seiring berjalannya waktu peraturan tersebut semakin fleksibel. Bahkan kini, banyak masyarakat yang cenderung neolokal atau tinggal jauh dari kelompok marapuan.

Hubungan Kekerabatan Masyarakat Toraja Berdasarkan Status

Pada dasarnya, sistem kekerabatan masyarakat Toraja terbentuk dari suatu komunitas, yang berorientasi pada keluarga menurut garis keturunan. Sistemnya bersifat campuran, yakni garis keturunan ayah dan ibu maupun sebaliknya.

Hal tersebut sangat diperhatikan, apalagi masyarakat Toraja selalu mempertimbangkan beberapa aspek. Sebut saja status kebangsawanan, harta kekayaan hingga jabatannya. 
 
Dalam perkembangan sistem ini maka lahirlah tingkatan sosial, atau masyarakat Toraja biasa menyebut dengan Tana’. Tingkatan sosial yang mempengaruhi hubungan kekerabatan masyarakat Toraja diantaranya:

1. Tingkatan Emas

Menduduki tingkatan paling atas dan diibaratkan sebagai emas, biasanya dikhususkan untuk para bangsawan. Mereka yang memiliki jabatan penting di suatu daerah atau perangkat adat. Seperti Puang, Ma’dika, Sokko Kayu, dan Si Indo. Masyarakat menyebut tingkatan sosial ini dengan istilah Tana’ Bulaan.

2. Tingkatan Besi

Tingkatan kedua ini khusus untuk para bangsawan menengah. Biasa dikenal dengan Tana’ bassi atau Tomakaka. Umumnya, mereka yang masuk ke golongan ini memiliki jabatan sebagai pekerja di lembaga adat. Sebut saja Anak Patalo atau Tobara serta To Parenge’.

3. Tingkatan Enau

Masyarakat pada tingkatan ini biasanya orang-orang yang menjabat sebagai petugas atau pembina dusun. Mereka menyandang gelar To Indo’. Selain itu, ada juga yang bekerja sebagai buruh tani di lahan milik keluarga bangsawan.

4. Tingkatan Rumput

Masyarakat yang berada di tingkatan paling rendah ini biasanya tergolong hamba sahaya. Mereka akan bekerja atau mengolah lahan milik para bangsawan. 
 
Golongan ini akan mengabdi kepada Tana’ Bulaan maupun Tana’ bassi. Dengan sumpah pengabdian yang sudah turun temurun.

Nah, itu tadi penjelasan singkat tentang hubungan kekerabatan masyarakat Toraja yang terbagi berdasarkan daerah adat dan statusnya. Semoga tulisan ini dapat memberikan tambahan informasi yang bermanfaat untuk Anda!

Post a Comment for "Hubungan Kekerabatan Masyarakat Toraja Sesuai Daerah Adat & Status"