Mengenal Sejarah Kebudayaan Toraja di Indonesia

TONDOK TORAYA - Sebelumnya kita sudah membahas mengenai aturan hukum adat di Toraja, dan sekarang adalah sejarah Toraja. Lebih lanjutnya simak ulasan singkat dibawah ini yang sudah kami rangkum dari beberapa sumber terpercaya.
 
Dengan datangnya leluhur orang Toraja dengan gelar To manurung di Langi’, To Bu’tu ri Uai dan juga To Sae diomai Engkona Padang. 
 
Jika ingin mengetahui Sejarah Kebudayaan Toraja di Indonesia, Bisa dikatakan gelar daerah Toraja sebagai "Tondok Lepongan Bulan Padangna Gonting Matari Allo" itu sangat erat kaitannya dengan leluhur sebagi To Manurung di Langi’, To Bu’tu ri Uai na To sae dio mai engkona padang dengan silsilah :

Sejarah Kebudayaan Toraja di Indonesia


Silsilah To Manurun di Langi’ yang bernama Puang Bura langi’ menikah dengan Kembong di Bura melahirkan Pong Mula Tau. Pong Mula Tau menikah dengan Sanda Bilik melahirkan anak laki-laki dua orang, yaitu :

1. Londong di Rura
2. Londong di Langi’

Kembong di Bura adalah To Bu’Tu ri Uai yang kemungkinan datang melalui perahu atau lembang. Ribuan tahun yang lalu daerah Lepongan Bulan Tana Matari’ Allo itu masih digenangi air dan yang muncul di permukaan hanyalah gunung-gunung seperti Sesean, Sopai, Kandora, Kairo, Singki, Nonongan, Buntu Datu, Sarira, Buntu Marinding, dan lain-lain. 
 
Konon dahulu kala ada leluhur di Rano yang berhasil membuka terobosan air di Sapan Deata, sehingga terjadilah dataran rendah di Rantepao dan Makale. Bukti dari cerita nenek moyang toraja ini masih ada yaitu , bahwa digunung-gunung tersebut di atas terdapat bekas karang laut, siput dan sebagainya.

Hal ini juga didukung oleh buku sejarah Sulawesi Selatan yang dikarang oleh bapak Prof. Dr. H. A. Mattulada yang mengatakan bahwa ada empat puluh perahu nenek moyang meneruskan pelayarannya ke Lepongan Bulan Matarik Allo dan mereka itulah yang mendirikan Tongkonan Layuk.

Dr. L.T Tangdilintin dalam bukunya Sejarah Lepongan Bulan Matarik Allo yang diterbitkan oleh Yayasan Lepongan bulan tahun 1974 mengatakan bahwa nenek moyang orang toraja datang dengan iringan-iringan perahu atau lembang dan disebut sebagai To arroan.

Dahulu sebelum ada dataran rendah yang mampu hanya pulau-pulau kecil dan sekarang ini dikenal sebagai gunung atau buntu. Perahu tiba di pulau dan masing-masing memilih pulau sebagai daerah kekuasaannya. 
 
Pong suloara’ langi di Kairo, Puang Londong di Langi’ di buntu Marinding puang to membali buntu di nonongan, Puang To Manurun di Kesu’ di buntu kesu’ dan masih banyak lagi akan di kemukakan pada kesempatan berikut.

Dari atas gunung leluhur memandang jauh sekeliling sejauh mata memandang dan yang Nampak adalah bahwa daerah ini bundar seperti bulan dan digelari Padang Lepongan Bulan. Pada waktu matahari sedang naik dan menyinari tanah sekeliling leluhur mengatakan dengan gelar Padang Nagonting Matarik Allo. 
 
Jadilah satu nama yang Simuane Tallang Silau’ Eran yaitu : Padang Lepongan Bulan, Padang Nagonting Matarik Allo.
 
Gelar daerah ini menjadi popular dari waktu ke waktu bahkan lebih berkembang memasuki era informasi yang global di abad ke-21 dalam pembangunan daerah dan bangsa Indonesia. 
 
Ada hal yang unik dan menarik sehingga dikatakan orang sejuta pesona. Orang yang datang dari luar mengatakan demikian dan oleh sebab itu generasi muda Tongkonan perlu mengkaji dan mengenal potensi itu.

Penampilan orang toraja dan penampilan daerah Lepongan Bulan Matarik Allo inilah yang wisatawan mancanegara sebut : TORAJA PERFORMANCE

Penampilan orang toraja lebih banyak dilihat dari segi adat budaya saja yakni penilaian budaya Rambu Tuka’ dan Rambu solo’, tetapi sebenarnya masih ada yang lain. Penampilan daerah Lepongan Bulan Matarik Allo adalah keindahan alam yang masih asli dimana menyebar rumah adat rumpun betung dan bamboo, pohon enau dan hamparan sawah serta ladang.

Wisatawan mancanegara melihat keindahan ala mini dari atas gunung dan mengatakan Beautiful Toraja Land.

Asal Usul Nama Suku Toraja

Pada mulanya suku toraja oleh nenek moyang disebut Toraa. Mengapa sekarang ini menjadi orang toraja itu disebabkan karena perkembangan sejarah dan bahasa Indonesia. Secara evolusi dapat dikemukakan perubahan sebagai berikut :

Toraa Toriaja
Toriaja Tomaraya/Toraya
Toraya Toraja

Toraa jika melakukan perjalanan ke pantai seperti ke Luwu, Pare-Pare, Mandar, Mamuju, Lumpandang dan lainnya disebut oleh orang pantai sebagai orang yang datang dari atas gunung atau toriaja, To poleyase’. Mungkin sama halnya dengan Jeneponto di Makassar di sebut To Batturate.

Proses Toriaja menjadi Toraya atau To Maraya terjadi oleh karena sopan santun leluhur orang Toraja itu cukup tinggi dinampakkan kepada dunia luar. 
 
Pemimpin yang digelari Siambe’ Puang Tallu Lembang Tallu Batu Papan, Ma’dika Matasak , Kayu Kalandona Tondok cukup disegani karena Aluk Adat Na Pemali. Penampilan mereka kedunia luar cukup meyakinkan karena memiliki wibawa kepemimpinan yang disebut Tallu Silolok yaitu :
 
Manarang na Kinaa 
Sugi’ na Baranai
Bida

Akhirnya dengan perkembangan bahasa Indonesia dengan mudah nama suku Toraja berubah menjadi Toraja, Suku Toraja, orang toraja dan daerah Tana Toraja.

Di Sulawesi Selatan dikenal empat etnis, yaitu :

1. Etnis Bugis
2. Etnis Makassar
3. Etnis Mandar
4. Etnis Toraja

Banyak hal dan kejadian pada masa lampau dimana suku Toraja mendapat kesulitan bahkan ejekan dari pihak yang tidak memahami. Orang katakana Toraja itu adalah keturunan raja dan sebahagiaan mengatakan omong kosong. 
 
Tidak perlu orang toraja marah atau kecewa, biarlah orang mengatakan demikian karena memang mereka tidak tahu bahwa bahasalah yang menyebabkan perubahan ejaan.

Namun demikian sejarah menyatakan bahwa Puang Lakipadada menikah dengan cucu raja gowa yang bernama Andi Tara Lolo dan melahirkan anak-anaknya yang menyebar menjadi :

Somba ri Gowa
Mangkau’ ri Bone
Payung ri Luwu
Botto ri Torajae/ Matasak ri Sangalla’

Petta La Bantan kembali ke Lepongan Bulan Padang Nagonting Matarik Allo dan menurut cerita leluhur perahunya diikat dipantai Bungi’ di Enrekang. Ia berjalan menyusuri sungai Sa’dan sampai di Sapan Deata dan terus ke Makale di buntu Bungi’ yang sekarang ini dikenal dengan nam Buntu Bungin.

Petta La Bantan sule langgan
Banua Tongkonan Kabusungan Datu Baine
Manaek ri Nonongan Sumurruk tama Rampanan
Kapa’ Mengkulea’ tama Kaso Tumamben sola
Baine Sangkalamma’na Petimba Bulaan Rara
Bukunna Puang To Sopai.

Petta La Bantan dan Petimba bulaan berangkat ke Sangalla’ di Tongkonan To Manurun di Langi’ ri Kaero’ digente tu Membio Langi’ dan disana pemerintahannya digelari Matasak Risangalla’.
Toraa adalah nama asli suku Toraja yang mengandung arti sebagai berikut :

To adalah orang
Toraa adalah aturan
A adalah lambing Tongkonan


Toraa artinya orang yang hidup dengan aturan Tongkonan atau adat dan Aluk Tongkonan, Aluk ada’na pemali (AAP). Selanjutnya dikatakan bahwa Toraa adalah :
To Ungkasiri’ Nene’ Todolona
To Ungkasiri’ Rara Bukunna

Katanya seorang anak Tongkonan itu harus mengenal silsilahnya lima keatas dan lima kebawah minimal. Semakin tinggi diketahui maka orang itu akan dijuluki Bida.

Nene’ Todoan
Nene’ Salemberan
Nene’ Uttu’
Nene’ Mammi’
Tomatua
Anak
Ampo
Losu
Mimi’
Kandaure


Tanda Indo’ Tanda Ambe’ dan ini yang digelari To Ma’rapu Tallang To Sangkaponan Ao’ dan jika ditambah dengan Basse Situka’ maka inilah yang dikenal sebagai Keluarga besar yang akan terlibat langsung dalam adat budaya Toraja.

Post a Comment for "Mengenal Sejarah Kebudayaan Toraja di Indonesia"